Total sudah empat kali aku kebobolan. Selagi tertidur lelap, seseorang menyuntikkan pemikiran-pemikiran yang berbentuk abstrak. Mungkin lebih tepatnya bukan seseorang tetapi bayang-bayang masa lalu yang terus menerus mengganduli langkahku. Sungguh melelahkan!
Sebenarnya hampir sepanjang hari aku patut bersyukur. Karena sang logika masih mampu bertahan dan bahkan dapat dikatakan nyaris menang. Ya itulah yang terjadi saat siang menggeser fajar, senja mengusir siang, dan gelap malam menjajah senja. Akan tetapi kekalahan logika mulai terlihat saat malam undur diri dan fajar mulai menghampiri. Keadaan berbalik 180 derajat, dan yang banyak mengumpulkan skor adalah koalisi antara angan, rasa, dan sedikit nurani.
Coba tebak siapa yang terbangun dengan pemikiran baru (atau tepatnya pemikiran berulang) setelah bunga tidur yang melelahkan? Ya pastinya aku lagi! Dan sepanjang pagi aku harus bekerja keras membuang semua angan-rasa-nurani yang masih mengendap. Tidak mungkin kan aku merekonstruksi rencana yang sudah di depan mata. Lembar-lembar tersebut sudah ditulisi dengan pensil atau tinta, walaupun mungkin belum dilegalisir. Tidak mungkin kan aku mengubahnya begitu saja? Atau mungkin??!
1 comment:
Maka ubahlah letak lensanya, agar berubah titik apinya. Lalu biarkan waktu yang membakarnya.
Post a Comment